103.Komunikasi Politik
Banyak
definisi mengenai komunikasi politik yang telah diberikan oleh para pakar, tapi
tentunya tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal.
Definisi bagus dan paling sederhana adalah definisi yang diberikan oleh
Chaffee, sebagaimana dikutip oleh Lynda Lee Kaid (2004), “Political
communication is the role of communication in the political process”
(komunikasi politik adalah peran komunikasi di dalam proses politik).
Definisi
singkat yang ditawarkan oleh Chaffee mengandung pengertian bahwa semua
aktivitas komunikasi, verbal maupun non-verbal, yang berada dalam proses
politik merupakan komunikasi politik. Pengertian “proses politik” dalam
definisi tersebut tidak menunjukkan pada proses politik sebagaimana yang
terdapat dalam konsepsi “sistem politik,” melainkan pada semua kegiatan
politik.
Menurut
Denton dan Woodward, sebagaimana dikutip Brian McNair (2003), komunikasi
politik adalah diskusi murni mengenai alokasi sumber daya publik (pendapatan,
pajak atau penghasilan), otoritas pemerintah (pihak yang diberikan kekuasaan
untuk merancang, membuat dan menjalankan hukum dan keputusan), serta diskusi
mengenai sanksi-sanksi pemerintah (penghargaan atau hukuman dari negara).
Michael Rush
dan Phillip Althoff mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses dimana
informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik
kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem
politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula
pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya
pada semua tingkatan.
Menurut
Richard M. Perloff (1998) komunikasi politik merupakan proses dimana
kepemimpinan nasional, media dan masyarakat saling bertukar dan memberi makna
terhadap pesan-pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik.
Definisi
Perloff di atas mengandung beberapa unsur; Pertama, Komunikasi politik
merupakan sebuah proses. Komunikasi politik tidak dapat terjadi secara otomatis
begitu saja, di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang kompleks dan
dinamis. Di samping itu, proses tersebut juga mengandung adanya tarik-menarik
pengaruh. Pemerintah mempengaruhi media dengan menawarkan bahan untuk
pemberitaan, sementara media mendesak para politisi melalui serangkaian
mekanisme institusional sebagai deadline dan nilai berita. Pada sisi yang lain
media juga dapat mempengaruhi masyarakat, namun masyarakat juga dapat membentuk
agenda media.
Kedua, pesan
dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan pemerintahan atau yang
berhubungan dengan kebijakan publik. Komunikasi politik, dengan demikian, tidak
hanya concern dengan persoalan pemilu, namun pada segenap hal yang berkaitan
dengan politik. Dengan kata lain, komunikasi politik terjadi ketika masyarakat,
media dan pemerintah saling “berdialog” mengenai isu-isu seputar elit dan
publik.
Pippa Norris
menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan sebuah proses yang interaktif
mengenai transmisi informasi di antara para politisi, media dan publik. Proses
tersebut bersifat downward dari institusi pemerintah kepada masyarakat,
bersifat horizontal di antara para aktor politik, dan bersifat upward melalui
opini publik kepada penguasa.
Tiga bagian
penting dalam komunikasi politik menurut Norris adalah produksi pesan, isi
pesan dan efek pesan. Proses produksi pesan adalah bagaimana pesan dihasilkan
oleh politisi seperti partai atau kelompok kepentingan, lalu ditransmisikan
menggunakan saluran langsung (seperti iklan politik) atau saluran tidak
langsung (seperti koran, radio dan televisi). Isi pesan mencakup jumlah dan
bentuk reportase politik yang ditampilkan dalam berita di televisi,
keseimbangan partisan dalam pers, ulasan mengenai kampanye dan event tertentu
dalam pemilihan, reportase agenda setting dalam isu-isu politik, dan
representasi kaum minoritas dalam pemberitaan media. Efek pesan menaruh
perhatian pada tingkat masyarakat. Isu kuncinya terfokus pada analisis dampak
potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat seperti pada pengetahuan
politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik, serta pada
tingkah laku politik. Metode yang digunakan umumnya dengan menggunakan survey
atau studi eksperimen.
Sebagai
sebuah kesimpulan, komunikasi politik dalam blog ini didefinisikan sebagai
sebuah proses penyampaian informasi atau transmisi pesan politik dan
konstruksi makna oleh aktor-aktor politik melalui media yang mempunyai pengaruh
dan efek dalam interaksi sosial dan politik. Dalam perkembangannya di lapangan,
komunikasi politik yang dilakukan secara terarah, efektif dan berkisanbungan
dapat membangun opini publik dan mampu membentuk sikap indivual atau kelompok.
Kesimpulan
ini memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan segenap tindakan
berupa penyebaran aksi, makna, atau pesan yang terkait dengan fungsi suatu
sistem politik, yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan,
media, komunikan dan efek).
Kebanyakan
komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti
media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian,
komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari
lingkup dua orang, hingga ruang lingkup yang lebih luas dan massif.
Bisa
digarisbawahi bahwa komunikasi politik, sebagaimana juga dinyatakan oleh Itzhak
Galnoor (1980), pada akhirnya merupakan bagian dari infrastruktur politik,
sebuah kombinasi dari interaksi sosial dimana informasi digabungkan ke dalam
karya kolektif dan hubungan kekuasaan yang saling mengisi.
Menurut
Franklin B, seperti dikutip Ioannis Kolovos dan Phil Harris, komunikasi politik
terfokus pada analisis dari; (1) Konten politik pada media; (2) Para aktor dan
agen yang terlibat dalam memproduksi konten politik; (3) Dampak konten politik
media pada audiens dan/atau pada kebijakan pembangunan; (4) Dampak sistem
politik pada sistem media; dan (5) Dampak sistem media pada sistem politik.
Dari
argumentasi Franklin di atas terdapat gambaran bahwa bidang analisis komunikasi
terpetakan pada empat unsur, yakni media, aktor politik, sistem politik dan
audiens. Empat unsur tersebut bisa dijadikan acuan untuk melihat cakupan
komunikasi politik. Namun dalam studi komunikasi politik, ada beberapa pakar
yang secara eksplisit memberikan cakupan dalam komunikasi politik, misalnya Dan
Nimmo dan Kraus dan Davis.
Dan Nimmo
(2005) menyatakan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik,
pesan politik, persuasi politik, media, khalayak komunikasi politik, dan
akibat-akibat komunikasi politik. Sementara Kraus dan Davis membaginya menjadi
komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi massa dan proses pemilu,
komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, serta
konstruksi realitas politik di tengah masyarakat. Dari keduanya terlihat bahwa
cakupan yang diberikan Kraus dan Davis tampak terbatas pada pembahasan
komunikasi melalui media massa atau komunikasi massa. Berbeda dengan cakupan
yang dikonseptualisasikan Dan Nimmo yang tampak lebih luas.
No comments:
Post a Comment